Jakarta, ibu kota Indonesia, adalah rumah bagi 10 juta penduduk Indonesia. Baru-baru ini pemerintah Indonesia digugat oleh sekelompok aktivis dan pencinta lingkungan karena kualitas udara yang tidak sehat di Jakarta. Penggugat berharap bahwa melalui gugatan tersebut, pemerintah Indonesia dapat meningkatkan kebijakan yang ada untuk mengatasi masalah polusi udara.
Pada 18 Juli, menurut AirVisual, layanan pemetaan polusi udara yang berpusat di Swiss, Indeks Kualitas Udara/Air Quality Index (AQI) Jakarta adalah 153, dikategorikan sebagai tidak sehat dan dapat menyebabkan peningkatan pembengkakan jantung dan paru-paru. Rekomendasi untuk kondisi ini adalah mengenakan masker dan menggunakan pembersih udara/air purifier di dalam ruangan. AQI Mengukur lima kriteria polutan udara (partikel, sulfur, dioksida, karbon monoksida, nitrogen dioksida, dan ozon), dan mengubah konsentrasi polutan yang terukur di udara komunitas menjadi angka pada skala 0 hingga 500.
Jakarta adalah salah satu aglomerasi perkotaan terbesar di dunia. Peningkatan populasi perkotaan yang tidak terkendali sebanding dengan jumlah kendaraan di Jakarta. Menurut Badan Pusat Statistik (Statistik Indonesia), pertumbuhan kendaraan bermotor di Jakarta adalah 5,35% setiap tahun, di sisi lain, pertumbuhan ini akan meningkatkan jumlah polusi di Jakarta. Pernyataan ini didukung oleh penjabat kepala Badan Lingkungan Hidup Jakarta, Andono Warih, 80 persen penyebab polusi udara di ibu kota ialah emisi kendaraan bermotor.
Sebetulnya, warga Jakarta dapat berkontribusi langsung untuk mengatasi masalah polusi udara. Menggunakan Transportasi umum adalah cara ramah lingkungan untuk bepergian. Karena transportasi umum membawa banyak penumpang hanya dengan satu kendaraan, sehingga dapat mengurangi jumlah kendaraan serta mengurangi jumlah emisi dari transportasi di daerah perkotaan yang padat. Lebih jauh, transportasi umum dapat membantu Jakarta untuk mengurangi kabut asap, untuk memenuhi standar kualitas udara dan untuk mengurangi risiko kesehatan dari kualitas udara yang tidak sehat.
Sistem transportasi perkotaan di Indonesia terdiri dari angkutan perkotaan, bus, kereta/kendaraan berbasis rel dan feri. Khususnya di Jakarta, transportasi berbasis rel perkotaan, seperti Kereta Commuter Line, Light Rail Transit (LRT) dan Mass Rapid Transit (MRT), menyediakan mobilitas dan akses ke daerah perkotaan.
Fase pertama MRT Jakarta (MRT-J) telah beroperasi sejak Maret 2019. Dalam operasi sehari-hari, kereta berjalan dari Stasiun Grab Lebak Bulus hingga Stasiun Bundaran HI. Ada 13 stasiun di sepanjang rel; stasiun underground adalah Bundaran HI, Dukuh Atas BNI, Setiabudi Astra, Bendungan Hilir, Istora Mandiri, dan Stasiun Senayan. Sementara itu, stasiun overground adalah ASEAN, Blok M, Blok A, Haji Nawi, Cipete Raya, Fatmawati, dan Stasiun Grab Grab Lebak Bulus. MRT-J hanya memerlukan 30 menit untuk melakukan perjalanan sepanjang 16 kilometer, mulai dari Stasiun Lebak Bulus Grab di Jakarta Selatan ke Stasiun Bundaran HI di Jakarta Pusat.
Ada 16 jalur kereta yang tersedia untuk membawa para penumpang berkeliling. Berdasarkan situs MRT-J, Dalam operasi hari kerja, kereta beroperasi pukul 05.00 WIB hingga 24.00 WIB dengan total 285 perjalanan. Sementara itu, dalam operasi akhir pekan, kereta berjalan pada jam yang sama dengan total 219 perjalanan.
Selama operasi promo (1 April – 12 Mei), rata-rata jumlah penumpang harian mencapai 82.643, sedangkan setelah tarif penuh diberlakukan, jumlah penumpang rata-rata per hari adalah 81.459.
Gambar-gambar berikut merupakan pemandangan yang akan Anda alami apabila berkendara menggunakan dari MRT Jakarta.
Jadi bagaimana menurut Anda? Sudahkah Anda mencoba menggunakan MRT Jakarta? Jika belum pernah, coba segera dan rasakan sensasi berbeda dari Angkutan Umum di Indonesia.
Selanjutnya, melalui artikel ini, saya ingin mengundang Anda, menjelajahi MRT Jakarta melalui perspektif yang berbeda, yang mungkin bagi sekelompok orang metode ini masih jarang digunakan, suara.
Apakah Anda menyadari bahwa suara dapat memberi tahu kita tentang karakter, tempat, dan waktu? Kadang-kadang, suara memberi tahu kita dengan cara yang tidak bisa dilakukan oleh visual, dan itu adalah ide tentang apa yang akan saya lakukan sekarang. Selanjutnya, Anda akan mendengar, file rekaman suara MRT-J ketika sedang beroperasi.
Suara direkam dengan metode soundwalk, setiap perjalanan yang tujuan utamanya adalah mendengarkan dengan saksama keadaan lingkungan sekitar. Metode ini memaparkan telinga kita pada setiap suara di sekitar kita di mana pun kita berada. Kita mungkin berada di rumah, berjalan di seberang jalan pusat kota, atau bahkan di kantor. Sementara itu, dalam hal ini, lingkungan yang menjadi objek adalah MRT Jakarta. Tujuannya untuk menangkap semua sumber suara yang ada selama pengoperasian MRT-J, termasuk aktivitas para penumpang.
Suara direkam dengan menggunakan mikrofon yang terpasang di iPhone X pada level 1,2 m di atas tanah. Suara berikut adalah suasana yang direkam saat MRT-J beroperasi dari Stasiun Bundaran HI ke Stasiun Setiabudi Astra, durasi rekaman suara adalah 4 menit dan 40 detik. Silakan gunakan earphone atau perangkat serupa untuk mendengarkan audio untuk pengalaman yang lebih baik.
Setelah mendengarkan rekaman suara tersebut, dapatkah Anda mengidentifikasi sumber suara yang hadir di dalam rekaman? Berikut adalah sumber suara yang berhasil saya identifikasi:
- Suara mesin meningkatkan kecepatan
- Public Address System
- Suara mesin
- Gesekan rel
- Aktivitas penumpang (batuk, bersin, percakapan, langkah kaki, dll.)
- Suara Pintu Terbuka dan Tertutup
- Decitan Rem
Sekarang kita telah mengidentifikasi sumber suara yang disajikan dalam rekaman. Tapi, tahukah Anda berapa besar desibel yang harus saya tahan saat berkendara menggunakan MRT-J? Dalam artikel ini, pengukuran manual tingkat kebisingan dilakukan dengan Sound Level Meter di MRT Jakarta. Pengukuran tingkat suara dengan pembobotan A direkam langsung dari satu stasiun ke stasiun berikutnya selama waktu antara pukul 08:00 – 09:00, menggunakan mikrofon yang dikalibrasi dengan ketinggian 1,2 m di atas tanah. Hasil dari tingkat kebisingan kontinu dengan pembobotanA Leq (LAEq) di MRT-J dari satu stasiun ke stasiun berikutnya ditunjukkan pada Bagan 1.
LAEq adalah energi pembobotan A dari tingkat kebisingan rata-rata selama periode pengukuran. Hasil dari pengukuran menunjukkan bahwa tingkat kebisingan berbobot A bervariasi antara 77 dB hingga 82 dB. Lebih jauh, jika kita amati lebih teliti, tingkat kebisingan terukur berfluktuasi. Hal ini dapat disebabkan oleh banyak faktor, seperti:
- Posisi MRTJ (Ketika MRT-J di dalam terowongan, kebisingan dapat naik karena fenomena refleksi).
- Kecepatan (Mesin mengindikasikan menghasilkan suara yang lebih tinggi ketika dalam kecepatan maksimum).
- Pertemuan Antar kereta/Path crossing.
- Volume dari Public Address System.
Selain itu, tingkat kebisingan yang ditampilkan pada Bagan 1 dapat merepresentasikan keadaan yang cukup bising. The National Institute on Deafness and Other Communication Disorders, menyatakan bahwa paparan suara yang panjang atau berulang pada atau di atas 85 dB dapat menyebabkan gangguan pendengaran. Jadi, berdasarkan hasil pengukuran, saya menyarankan Anda memakai pelindung telinga saat berkendara menggunakan MRT-J. Earplug adalah salah satu peralatan yang bisa kita gunakan untuk melindungi pendengaran kita; Anda hanya perlu menyisihkan beberapa ribu rupiah untuk ini. Mengenakan earplug dapat membantu Anda mengurangi kebisingan hingga 18 – 34 dB, tergantung pada model / merek.
Untuk hasil pengukuran yang lebih akurat, kita perlu melakukan pengukuran yang lebih kompleks, seperti:
- Menambahkan titik pengukuran (Dalam artikel ini, pengukuran dilakukan hanya di titik pengukuran, di mobil kedua garis).
- Menambahkan kecepatan sebagai parameter yang diukur.
- Menambahkan waktu pengukuran; pengukuran dapat dilakukan selama jam operasi, non-stop. (05:00 – 24:00 WIB).
Meskipun demikian, gagasan melakukan pengukuran ini adalah untuk menyebarkan kesadaran akan kebisingan. Kebisingan melekat di sekitar Anda, bahkan suara umum yang Anda dengar di tempat kerja atau di rumah dapat berkontribusi untuk gangguan pendengaran jangka panjang dan risiko kesehatan lainnya, kebisingan ada di mana-mana, tetapi hanya beberapa orang yang menyadarinya. Polusi suara adalah ancaman kesehatan yang tidak dibicarakan oleh banyak orang. Berikut adalah beberapa parameter untuk membantu Anda menentukan tingkat kebisingan yang berada dalam kategori aman sampai berbahaya:
- 45 dB: ambang kebisingan di malam hari yang ditetapkan oleh beberapa kota yang peduli terhadap paparan kebisingan bafi penduduknya.
- 65 db +: paparan untuk waktu lama dapat menyebabkan kelelahan fisik dan mental
- 85 dB +: dapat menyebabkan gangguan pendengaran permanen jika terpapar dalam waktu lama
- 85-120 dB: berbahaya jika terpapar lebih dari 30 menit
- 120-130 dB: dapat menyebabkan gangguan pendengaran permanen untuk paparan lebih dari 30 detik
- 130 dB +: Suara yang akan membuat Anda merasa sakit, perlindungan pendengaran harus selalu digunakan.
Setiap orang perlu menjaga telinga dan pendengaranya, karena kerusakan pada sistem pendengaran tidak dapat diperbaiki. Kerugian karena paparan kebisingan akan dialami secara bertahap. Anda mungkin tidak melihat tanda-tandanya, atau Anda mengabaikannya sampai akhirnya tanda – tanda kerusakan pendengaran bisa dirasakan lebih jelas.
Tolong lindungi pendengaran Anda.
Referensi:
Afifa, L. (2019). Jakarta Air Pollution Mostly Caused by Motorized Vehicles: Agency. [online] Tempo. Available at: https://en.tempo.co/read/1214627/jakarta-air-pollution-mostly-caused-by-motorized-vehicles-agency [Accessed 2 Oct. 2019].
Jakarta.bps.go.id. (2019). BPS Provinsi DKI Jakarta. [online] Available at: https://jakarta.bps.go.id/publication/2018/10/03/cb1285d8dbe8be8754a5830d/statistik-transportasi-dki-jakarta-2018.html [Accessed 2 Oct. 2019].
Dsikowitzky, L., van der Wulp, S., Dwiyitno, Ariyani, F., Hesse, K., Damar, A. and Schwarzbauer, J. (2018). Transport of pollution from the megacity Jakarta into the ocean: Insights from organic pollutant mass fluxes along the Ciliwung River. Estuarine, Coastal and Shelf Science, 215, pp.219-228.
Fink, D. (2017). What Is a Safe Noise Level for the Public?. American Journal of Public Health, 107(1), pp.44-45.
Goldthwaite, J. (2019). Noise is everywhere. How to deal with it? Does it create a dangerous environment?. [online] Sensear.com. Available at: https://www.sensear.com/blog/noise-is-everywhere-how-to-deal-with-it-does-it-create-a-dangerous-environment [Accessed 2 Oct. 2019].
Lamb, K. (2019). Jakarta residents to sue government over severe air pollution. [online] the Guardian. Available at: https://www.theguardian.com/world/2019/jul/02/jakarta-residents-to-sue-government-over-severe-air-pollution [Accessed 2 Oct. 2019].
Nationalexpresstransit.com. (2019). Why is Public Transportation Good for the Environment?. [online] Available at: https://www.nationalexpresstransit.com/blog/why-is-public-transportation-good-for-the-environment/ [Accessed 2 Oct. 2019].
Situmorang, S. and Situmorang, S. (2019). Indonesia: accelerating urban transportation development with public-private partnership. [online] The Business Times. Available at: https://www.businesstimes.com.sg/asean-business/indonesia-accelerating-urban-transportation-development-with-public-private [Accessed 2 Oct. 2019].
Support.airvisual.com. (2019). What is AQI?. [online] Available at: http://support.airvisual.com/knowledgebase/articles/1185775-what-is-aqi [Accessed 2 Oct. 2019].
Westerkamp, Hildegard (1974). “Soundwalking”. Sound Heritage
Women’s Health. (2019). Noise Pollution Is The Biggest Health Threat Nobody Is Talking About. [online] Available at: https://www.womenshealthmag.com/health/a19599097/noise-pollution/ [Accessed 2 Oct. 2019].